Senin, 17 April 2017

Tiga Inti Kebahagiaan

1 Comment

Sahabat Muslim yang dirahmati Allah,

          Dalam kehidupan, kita pasti akan mengalami yang namanya suka-duka, senang-sedih, tertawa-menangis, mendapat kemudahan maupun kesulitan, semua itu merupakan bumbu yang diberikan Allah SWT kepada kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini, tak ada satupun manusia yang selamanya hidup dalam kesenangan, namun ada saatnya diberi ujian yang menyedihkan, sesuatu itu pasti akan berubah, karena dunia terus berputar sampai pada batas waktu Allah menghentikan semuanya.

          Semua umat manusia pasti menginginkan yang namanya kebahagiaan, benar tidak Sahabat Muslim? Tentu saja setiap orang tidak mau mengalami kesulitan, kita sendiri pasti merasakannya bukan?, begitu juga dengan penulis artikel ini mengalami berbagai kesulitan. Tapi sahabat muslim, walaupun kita sedang dilanda kesuliatan, ada caranya lho agar kita bisa merasakan suatu kebahagiaan, mau tau caranya bagaimana? Simak penjelasan dibawah yaa..

          Menurut Imam Ibnul Qoyyim, ada tiga inti kebahagiaan, jika kita bisa menerapkannya dalam kehidupan, Insya Allah hidup kita senantiasa akan mendapat kebahagiaan :

1.     Apabila mendapat nikmat Bersyukur

Tak ada keberhasilan tanpa usaha, usaha tanpa doa adalah kesombongan. Dua kata “usaha” dan “doa”  merupakan dua hal yang harus saling melengkapi, karena keberhasilah yang didapat setiap orang tidak luput dari pertolongan Allah SWT. Jika kita ingin hidup bahagia, maka keberhasilan/kenikmatan yang kita dapatkan haruslah disyukuri. Sesuai firman Allah yang telah  memerintahkan kita untuk bersyukur :

“Maka dari itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya akau Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku” (Q.S. Al-Baqoroh:152)

Jika kita senantiasa bersyukur, merasa cukuo dengan apa yang Allah berikan kepada kita, insya Alloh hidup kita senantiasa akan merasa bahagia.

2.     Apabila diuji bersabar

Tak ada manusia yang luput dari ujian Alloh SWT. Ujian itu ada dua hal, yaitu kenikmatan dan kesulitan.  Jika kita diberi ujian berupa kenikmatan, kita harus bersyukur dan tidak boleh mengingkari kenikmatan yang telah Allah berikan. Sedangkan jika kita diberi ujian berupa kesulitan, kesengsaraan dan musibah kita diperintahkan untuk bersabar. Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an :

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan teteaplah bersiap siaga (diperbatasan negri kalian) dan bertakwalah kepada Allah suapaya kalian beruntung” (Q.S. Ali Imron : 200)

Selain memag sudah perintah dari Alloh SWT agar kita bisa bersabar, namun dengan kesabaran tersebut kita akan mendapatkan pahala dari Alloh SWT.

“Sesunggunhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (Q.S.Az Zumar : 10)

3.     Apabila berbuat dosa Bertaubat

Tak ada manusia yang luput dari dosa dan kesalahan, karena manusia diciptakan dengan nafsu baik maupun buruk, namun sebaik-baiknya manusia yang berbuat dosa ialah yang mau mengakui kesalahannya dan bertaubat kepada Allah serta berjanji tidak akan melakukan dosa tersebut. Karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat, seperti firman Allah dalam Al-Qur’an :

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri” (Q.S.Al-Baqoroh : 222)

Sahabat Muslim, jika kita selalu mengeluh karena merasa kesulitan dan menginginkan kebahagiaan. Apakah kita sudah menerapkan tiga unsur penting diatas tadi? Apakah kita sudah bersyukur, bersabar dan bertaubat? Mulailah dari sekarang sahabat kita sama-sama belajar untuk bisa menerapkan 3 unsur penting diatas tadi agar hidup kita senantiasa mendapatkan kebahagiaan dari Allah SWT. Walaupun bukan dengan hal-hal yang mewah dan wah, namun dengan kesederhanaan dan kecukupan sudah bisa membuat kita bahagia. Karena kebahagiaan itu sederhana tak perlu mewah.

Sumber :
Aziz, Jum’ah Amin Abdul. 2015. Fiqih Dakwah. Solo : PT Era Adicitra Itermedia.

Penulis

SUKARMAN


Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta dan Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Minggu, 16 April 2017

Bahaya Sifat Riya

0 Comments
Sahabat Muslim yang dirahmati Allah

Dalam artikel edisi kali ini, penulis akan sedikit membahas tentang sifat “RIYA”

Riya dalam islam adalah mengerjakan suatu amal perbuatan tidak dengan didasari karena Allah melainkan agar dilihat dan dipuji oleh orang lain. Dalam bahasa sehari-hari kita, kata riya biasa disebut dengan istilah pamer. Seseorang yang didalam hatinya mempunyai penyakit riya biasanya orang tersebut sering memperlihatkan apa-apa yang ia miliki.  Namun terkadang kita tidak bisa menilai seseorang riya karena yang bisa mengetahui riya tersebut hanyalah dirinya sendiri karena riya merupakan penyakit hati.

Namun, rosulullah SAW pernah bersabda, bahwasanya orang riya itu mempunyai tiga ciri:

“Orang yang riya berciri tiga, yakni apabila dihadapan orang dia giat, tetapi bila sendiri dia malas, dan selalu ingin mendapatkan pujian dalam segala urusan” (H.R. Ibnu Babawih)

Ada beberapa jenis riya lho sahabat muslim. Dalam sebuah artikel dijelaskan ada 2 jenis macam riya, yakni :

1.     Riya dunia

Orang yang mempunyai sifat riya dunia, biasanya berkaitan dengan harta, kedudukan, jabatan dalam pekerjaan, dan lain sebagainya. Seseorang yang memiliki sifat riya biasanya akan giat dalam melakukan pekerjaannya di dunia hanya karena mengejar pangkat, harta, dan kedudukan saja, namun tidak disertai karna Allah dan menyadari bahwasanya pekerjaan itu juga datangnya dari Allah SWT. Ketika seseorang yang berambisi ingin mengejar dunia, maka jika ambisinya itu tercapai, ia akan riya dan memamerkannya kepada orang lain serta ingin mendapatan pujian dari orang lain karena keberhasilannya, namun jika ambisinya tidak terpenuhi, ,maka ia akan merasa kecewa dan seperti yang dijelaskan dalam hadis diatas, ia akan bermalas-malasan.

2.     Riya ibadah

Orang yang mempunyai sifat riya, dalam beribadah pun tidak didasari lillahita’ala, namun karena ingin mendapatkan pujian dari orang lain, misalnya orang tersebut rajin sholat ketika ada teman-temannya, bersedekah dengan memperlihatkannya agar dipuji oleh orang lain, naik haji hanya karena ingin dipanggil dengan sebutan Haji dan Hajjah.

Semua perbuatan yang tidak didasari karena Allah SWT tidak akan mendapatkan pahala melainkan akan mendapat balasan dari perbuatan buruknya. Nah sahabat Muslim, apakah kita sudah terhindar dari penyakit hati “riya” ini.? ataukah masih ada dalam hati kita sifat dimana kita ingin mendapat pujian dari orang lain?

Bahaya dari sifat “riya” ini adalah seperti ketika kita lalai dalam mengerjakan sholat lhoo. Seperti dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

“Maka celakalah bagi orang-orang yang sholat (yaitu orang yang mengerjakan sholatnya dengan lalai dan riya dengan amal mereka….” (Q.S Al-Ma’un : 3-5)

Selain itu riya itu juga merupakan syirik kecil, seperti sebuah hadis yang meriwayatkan :

“Sesungguhnya riya adalah syirik yang kecil” (H.R.Ahmad dan Al Hakim)

Karena bahayanya sifat dari riya ini, bahkan ketika ada seseorang yang memuji walaupn kita tidak berniat untuk riya meminta pujiannya, kita diperintahkan untuk menaburkan pasir kewajah mereka ,seperti sabda Rosululloh SAW.
“Bila kamu melihat orang-orang yang memuji dan menyanjung-nyanjung, maka taburkanlah pasir kewajah-wajah mereka” (H.R.Ahmad)

Lalu sahabat Muslim bagaimana kita bisa terhindar dari penyakit hati tersebut?

Agar kita terhindar dari sifat riya, mulailah dari sekarang kita sandarkan segala amal perbuatan kita hanya karena Allah SWT. Kita hayati dan kita pahami syair dalam doa iftitah “Inna sholatii wanusukii wamahyaya wamamatii lillahi robbil’alamiin”, yang artinya “sesunguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah tuhan semesta alam”.

Semoga kita senantiasa menjadi orang-orang yang terhindar dari penyakit hati “riya” tersebut. Ammin.


Sumber :

Hidayat, Soleh. 2011. Kumpulan Hadis tentang Akhlak Tercela. Jakarta : CV Megah Jaya


Penulis

SUKARMAN

Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta dan Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
 
back to top