Jumat, 08 April 2016

Malu, Akhlaq yang dicintai Allah

0 Comments


Sebagai umat Islam, kita diperintahkan untuk mempunyai akhlaqul karimah. Dengan akhlaqul karimah, maka kita akan menjadi orang-orang yang derajatnya tinggi dimata Allah SWT. karena pada dasarnya, hal yang paling mulia adalah akhlaq yang baik, bahkan Nabi Muhammad SAW, adalah manusia paling mulia di dunia dan akhirat, karena akhlaqnya yang mulia. Nabi Muhammad  SAW, adalah panutan dan idola kita semua, sehingga sebagai umanya sudah seharusnya kita mencontoh Nabi, salah satunya adalah Akhlaq malu.

Malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan maksiat serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain. [Lihat al-Haya' fî Dhau-il Qur-ânil Karîm wal Ahâdîts ash-Shahîhah (hal. 9).]

Dalam suatu ungkapan Abu Bakar Ash-Siddiq R.a pernah berkata :

“Wahai kaum Muslimin sekalian, malulah kalian kepada Allah. Demi dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, sesungguhnya aku bersembunyi dibalik bajuku ketika aku buang hajat ditanah lapang karena malu kepada Allah” (Shohih Ahmad Syamy, Tahdzib Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashiya’. Hlm. 58)

Banyak keutamaan yang akan kita dapatkan dengan akhlaq malu, karena malu sesungguhnya adalah Akhlaq Islam.

“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.” (HR.Ibnu Mâjah)

Karena malu adakah akhlaq Islam, maka sebagai umat Islam, sepantasnyalah kita harus memiliki rasa malu itu, terlebih rasa malu kita kepada Allah SWT. kebanyakan kita memiliki rasa malu ketika hanya melakukan kesalahan didepan umum, atau ketika kita melakukan kesalahan ada orang yang mengetahuinya, tetapi ketika kita melakukan kesalahan kepada Allah, seumpama seperti berbohong, melalaikan shalat, melakukan hal yang dilarangan-Nya, walaupun tidak ada yang melihatnya kita merasa aman, tidak malu sama sekali kepada Allah SWT, sedangkan Allah adalah Dzat yang Maha Melihat dan Mengetahui.

Oleh karena itu, Malu juga merupakan sebagian dari cabang iman. Karena jika kita merasa malu, apalagi kepada Allah SWT, maka kita termasuk orang-orang yang memiliki iman, sedangkan orang yang tidak mempunyai rasa malu, adalah termasuk dari golongan orang-orang yang tidak beriman.

“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.” (H.R. Bukhari)

Akhlaq malu, adalah akhlaq yang akan menumbuhkan kebaikan, ketika kita mempunyai rasa malu, maka kita akan senantiasa berpikir seribu kali untuk melakukan suatu perbuatan. Jangan sampai perbuatan yang akan kita lakukan malah menimbulkan kesalahan, sehingga kita akan merasa malu, baik itu malu kepada Allah maupun malu kepada sesama manusia. Jika kita senantiasa bersikap hati-hati dalam bertindak karena rasa malu, maka kita akan mendapatkan suatu kebaikan.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 

“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata” (H.R Mutaffaq ‘alaih)

“Malu itu kebaikan seluruhnya” (H.R Bukhari)

            Orang yang memiliki rasa malu akan senatiasa dicintai oleh Allah SWT, karena Allah pun menyukai orang-orang yang memiliki rasa malu.

Dari Ya’la R.a sesungguhnya Rosulullah SAW pernah bersabda :

“Sesungguhnya Allah itu Maha Pemalu, Maha Menutupi, Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan. Apabila salah satu dari kalain mandi, maka hendaklah ia menutupi diri.” (H.R Abu daud, An-Nasai)

            Tentu saja kita sebagai umat islam yang ingin sekali menjadi hamba yang dicintai-Nya, maka kita harus memiliki akhlaq malu itu.

            Kucing saja malu, kenapa kita tidak..? 

            “Malu lah, tapi janagan malu-maluin”   hehee...


Sumber :

Rinaldi, Jhon. 2014. Nasihat-nasihat Emas Khulafaur Rasyidin. Yogyakarta : Sabil

Malu Akhlaq Islam 




Penulis

SUKARMAN

Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta, Alumni Pondok Pesantren Al-Furqon Sanden, Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Hal yang Dibenci Rosulullah

0 Comments


Agama Islam, adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk senatiasa bersikap lemah lembut dan menebar kasih sayang kepada semua makhluq ciptaan Allah di bumi ini. Banyak sekali ajaran Islam yang memerintahkan kaum muslim untuk berbuat baik, berlaku lemah lembut, dan memberikan kasih sayang kepada semua makhluq, salah satunya adalah berbuat baik kepada binatang. Islam sangat melarang kita untuk menyakiti binatang, apalagi sampai membunuhnya dengan tujuan yang tidak jelas.

            Rosulullah SAW, sangat tidak suka dan membenci penganiayaan terhadap binatang, dan Rosulullah puntelah melarang kita menganiaya, menyakiti, melukai,dan memotong sebagian tubuh binatang saat binatang itu masih hidup, karena hal tersebut merupakan bagian dari penganiayaan terhadap binatang.

            Dari Abdullah Bin Ja’far berkata:

            “Ketika Rosulullah melewati kaum yang sedang memanahi kambing dengan anak panah, maka beliau membenci hal itu dan berkata ‘janganlah kalian menganiaya binatang’.” (H.R An-Nasai)

            Ada sebuah riwayat bahwasanya Allah SWT memasukkan seorang wanita kedalam neraka karena menahan seekor kucing, kemudian Rosulullah SAW, Bersabda :

“Seorang wanita masuk neraka karena seekor kucing yang didikatnya dan dia tidak memberinya makan. Dia juga tidak melepaskannya agar kucing itu bisa mencari makan dari serangga tanah.” (H.R Bukhari)

            Pada saat Allah memasukkan seorang wanita kedalam neraka lantaran seekor kucing, disisi lain Allah akan berterima kasih dan akan mengampuni orang-orang yang berbuat baik terhadap binatang.

            Ada juga riwayat yang mengatakan ketika Ibnu ‘Umar melewati sekelompok anak muda yang sedang menyiksa seekor ayam dengan melemparinya, maka Ibnu Umar berkata:

“siapa yang melakukan perbuatan ini? sesungguhnya Nabi telah melaknat orang-orang yang melakukan perbuatan seperti ini” (H.R Bukhari)

            Rosulullah SAW, juga melarang kita memukuli wajah binatang atau mencap wajahnya dengan besi panas. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Jabir R.a, dia berkata :

“Seekor keledai yang wajahnya dicap dengan besi panas lewat dihadapan Nabi, maka beliau bersabda; ‘Allah melaknat orang yang mencap wajah keledai ini dengan besi panas’.” (H.R Muslim)
           
            Perhatian Islam terhadap binatang sangatlah mendalam dan selalu memerintahkan kita untuk berbuat baik kepadanya. Bahkan Islam juga mengajarkan untuk menyembelih hewan sembelihan dengan cara yang baik dan lemah lembut. 

Rosulullah SAW bersabda :

“Sesunggunya Allah telah mewajibkan untuk berbuat baik terhadap segala segala sesuatu, apabila diantara kalaian hendak membunuh binatang, maka hendaklah ia melakukannya dengan baik. Dan apabila diantara kalian hendak menyembelih binatang, maka hendaklah ia melakukannya dengan baik. Hendaklah ia menajamkan pisaunya dan hendaknya memberi kenyamanan pada hewan sesembelihannya.” (H.R Bukhari)

            Dan yang termasuk dalam berlaku baik kepada hewan adalah mengash pisau dengan tajam, dan jangan mengasahnya didepan hewan tersebut, jangan menyembelih hewan didepan hewan lainnya, dan jangan menarik kakinya saat akan disembelih. Hendaknya mempercepat lintasan pisau dikerongkongan karena hal itu adalah tempat yang paling dekat untuk menghabisi nyawa dengan mudah, sehingga hewan tersebut tidak merasakan sakit yang terlalu lama.

            Semoga Allah Senantiasa memberikan kita arahan dan petunjuk agar tidak masuk kedalam golongan orang-orang yang melakukan perbuatan Syirik itu. Semoga Allah selalu membimbing kita dijalanNya yang lurus, jalan yang akan menghantarkan kita menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Aamiin

Lahaula wala quwwata illa billahil'aliyyil'adhim

Sumber :

Ath-Tharsyah, Adnan. 2006. Yang Disenangi Nabi dan yang Tidak Disukai. Jakarta : Gema Insani.

Penulis

SUKARMAN

Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta, Alumni Pondok Pesantren Al-Furqon Sanden, Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kamis, 07 April 2016

Kewajiban kepada Diri Sendiri

1 Comment


              Kewajiban adalah suatu hal yang harus kita tunaikan/lakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Dalam islam, kewajiban merupakan suatu hukum yang harus dilakukan, jika tidak dilakukan, maka individu yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi (dosa).

            Selama ini, kebanyakan dari kita hanya mengetahui bahwa kewajiban adalah hal yang harus kita tunaikan kepada orang lain saja, sehingga terkadang kita juga merasa ingin menuntut hak kita dari kewajiban yang harus ditunaikan orang lain kepada kita. Contohnya ; keawajiban anak adalah berbakti kepada orang tua, dan hak anak adalah mendapatkan kasih sayang orang tua. Tetapi apakah kalian tahu, bahwasanya kita tidak selamanya harus menunaikan kewajiban kita kepada orang lain, karena ternyata kita juga mempunyai kewajiban yang harus kita tunaikan kepada diri kita sendiri.

            Setiap manusia mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan kepada dirinya sendiri, agar diri kita tak selamanya menuntut hak dari kewajiban orang lain saja, tetapi tuntut lah kewajiban yang belum kita tunaikan kepada diri kita sendiri.

            Nah, berikut adalah kewajiban manusia yang harus ditunaikan kepada dirinya sendiri, antara lain :

Ø  Memelihmhara Kesucian Diri

Kita sebagai manusia yang merupakan makhluq yang diciptakan Allah untuk selalu membersihkan diri dari berbagai macam hal yang bisa membuat diri kita menjadi kotor. Baik itu kesucian jasmani maupun rohani, haruslah senantiasa kita menjaganya, karena Allah pun menyukai orang-orang yang senantiasa membersihkan diri.

“Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih” (Q.S At-Taubah : 108)


Ø  Memelihara Kerapihan diri

Selain menjaga kesucian diri, baik itu jasmani maupun rohani, kita juga diperintahkan untuk selalu memelihara kerapihan diri kita, agar ketika dipandang dapat menyenangkan hati orang yang memandang. Dalam firman-Nya, Allah SWT juga memerintahkan kita untuk selalu memelihara kerapihan kita.

“Hai anak Adam! Pakailah perhiasan kalian setiap waktu shalat” (Q.S Al-A’rof : 31)

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kita untuk selalu tampil rapih dan indah, bahkan ketika waktu shalat pun Allah memerintahkannya, karena sesungguhnya Allah melihat kita, jika kita tampil indah dihadapan Allah, Allah pasti akan menyukai dan senang terhadap kita. Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.

                                       إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ وَيُحِبُّ الْجَمَالَ
 
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan (H.R Muslim)
 

Ø  Berlaku Tenang (Tidak Terburu-buru)

Ketenangan dalam sikap merupakan sebagian dari rangkaian akhlaqul karimah, sebagaimana dikemukakan dalam Al-Quran.

“Dan para hamba Allah yang berjalan diatas bumi dengan tenang, dan bila ditegur oleh orang yang bodoh, mereka berkata ‘selamat’.” (Q.S Al-Furqon : 63)

Sementara itu juga dijelaskan pul aoleh baginda Rosulullah SAW dalam sebuah hadis :

“Sikap terburu-buru itu termasuk dari (gangguan) Syaithan” (H.R Tirmidzi)


Ø  Menambah Pengetahuan

Kita sebagai umat isalam, diwajibkan untuk menuntut ilmu guna menambah pengetahuan kita, agar kita bisa mendapatkan pahala beberapa derajat dimata Allah.

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.s. al-Mujadalah : 11)

Selain itu, menuntut ilmu guna menambah ilmu pengetahuan merupakan kewajiban kita yang harus kita tunaikan kepadap diri sendiri.
    
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” ( H.R Ibnu Abdil Barr)


Ø  Membina disiplin pribadi

Disiplin pribadi dibutuhkan sebagai sifat dan sikap yang terpuji yang senantiasa menyertai kesabaran, ketekunan, kerajinan, kesetiaan, dan lain sebagainya sifat bagi pembinaan pribadi. Orang yang tidak memiliki disiplin pribadi, maka ia tidak akan bisa meraih ridho Allah SWT, sehingga disiplin diri merupakan hal yang harus kita penuhu terhadap diri kita sendiri.

Demikianlah sebagian dari kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri. Tntu kita sebagai manusia mempunyai hak dan kewajiban yang harus kita dapatkan dan kita penuhi. Untuk itu hak kita sebagai manusia tidak selamanya terpenuhi dari kewajiban orang lain, tetapi dari kewajiban diri kita sendiri.

Semoga Allah Senantiasa memberikan kita arahan dan petunjuk agar tidak masuk kedalam golongan orang-orang yang melakukan perbuatan Syirik itu. Semoga Allah selalu membimbing kita dijalanNya yang lurus, jalan yang akan menghantarkan kita menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Aamiin

Lahaula wala quwwata illa billahil'aliyyil'adhim



Sumber :

Ya’qub, Dr. H Hamzah. 1983. Etika Islam; Pembinaan Akhlaqul Karimah. Bandung : CV. Diponegoro


Penulis

SUKARMAN

Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta, Alumni Pondok Pesantren Al-Furqon Sanden, dan Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
 
back to top