Rabu, 11 Mei 2016

Dengki yang Diperbolehkan

0 Comments


Pernah dengki kah kita?

            Dalam islam kita dilarang untuk mempunyai sifat dengki, SIFAT dimana seseorang merasa tidak senang/suka dengan nikmat orang lain, dan menginginkan nikmat orang lain tersebut musnah atau berpindah kepada dirinya.

            Tetapi, pernahkah kita tahu? ternyata tidak semua dengki itu dilarang oleh Allah SWT, tetapi ada dua sifat dengki yang diperbolehkan dalam islam.

Seperti  yang tertulis dalam buku  berjudul ‘Bahaya Dengki’ karya dari Abu Abdullah Mushthafa Al-Adawi ini dijelaskan bahwa Imam An-Nawawi mengutip keteranagan dari para ulama mengatakan, dengki itu dibagi menjadi dua macam, yaitu hakiki dan majazi. Dengki dalam arti hakiki (sebenarnya) adalah mngharapkan hilangnya suatu kenikmatan dari tangan pemiliknya. Dengki jenis ini diharamkan berdasarkan ijmak/kesepakatan seluruh umat disertai nash-nash yang shahih. Sedangkan dengki majazi (kiasan) adalah iri, yaitu mengharapkan nikmat serupa yang dinikmati oleh orang lain tanpa menginginkan tercabutnya kenikmatan tersebut dari sang pemilik. Dalam konteks permasalahan keduniaan, hal ini diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam konteks ketaatan.

Jadi kita diperbolehkan untuk memiliki sifat dengki, tetapi dengki yang majazi (kiasan), kalau dalam bahasa kita sehari-hari biasanya kita menyebutnya sebagai iri. Nah, iri dalam ketaatan itu lah yang diperbolehkan, supaya kita bisa termotivasi dari apa yang dimiliki oleh orang lain, sehingga ketika rasa iri itu timbul, kita akan berusaha untuk memiliki apa yang dimiliki orang lain dengan cara berusaha. Missal kita iri terhadap orang yang lebih pintar dari pada kita, nah, dari perasaan iri tersebut akan menimbulkan motivasi bagi diri kita untuk bisa berusaha/belajar lebih giat lagi, agar bisa menjdi pintar seperti orang tersebut.

Dalam buku Karya Abu Abdullah Mushthafa Al-Adawi ini juga disebutkan salah satu hadis yang memperbolehkan dengki majazi (iri).

“Tidak dibenarkan hasad (iri hati/dengki) kecuali terhadap dua kasus: (Pertama) laki-laki yang dikaruniai Al-Qur’an oleh Allah, lalu ia membacanya dalam qiyam diwaktu-waktu malam. (Kedua) laki-laki yang dikarunia kekayaan oleh Allah, Lalu ia menginfakkannya diwaktu-waktu siang dan malam” (H.R.Muslim dan Ibnu Majah)

Sumber :

Al-Adawi, Abu Abdullah Mushthafa. 2009. Bahaya Dengki. Jakarta : Amzah


Penulis

SUKARMAN


Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta, Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selasa, 03 Mei 2016

Menggapai Takwa dengan Puasa

0 Comments

Sudahkah kita berpuasa?

                Setiap hari umur kita akan terus berkurang, per jam, per menit, per detik, bahkan per hembusan nafas kita di dunia ini akan semakin berkurang. Sisa waktu  hidup kita di dunia ini akan segera berakhir. Lantas, amal apakah yang selama ini telah kita perbuat untuk menjadikannya teman kita dalam menghadapi sidang Allah SWT di akhirat kelak?

                Coba kita renungkan sejenak.

                Begitu banyak perintah Allah yang sering kali kita tinggalkan, begitu banyak  larangan Allah yang sering kali kita kita langgar, bahkan setiap perbuatan kita sering tidak berguna dan bermanfaat bagi diri kita sendiri dan juga orang lain. Sungguh kita merupakan orang-orang yang merugi di dunia ini jikalau kita tidak bisa memanfaatkan waktu yang tersisa ini. Begitu jauhnya diri kita dari yang namanya Taqwa. Kemudian, muncul pertanyaan dibenak kita. Jika kita sudah seperti ini yang jauh dari tketaqwaan, lalu Apakah ada suatu ibadah yang dapat menjadi perantara untuk membantu kita dalam berjalan menuju ketaqwaan itu?

                Tentu ada. Dalam buku yang berjudul ‘Keajaiban Puasa Sunah’ karya Ahmad Syahirul Alim, Lc. Dijelaskan bahwa  ada suatu amalan yang dapat membantu kita dalam berjalan di kehiduan ini untuk bisa samapai  kepada derajat taqwa terhadap Allah SWT. Ibadah tersebut, ialah  puasa sunah.

                Puasa sunah ialah ibadah puasa yang sering dilakukan oleh baginda Rosulullah SAW, dan apabila kita melaksanakannya, maka kita akan mendapatkan pahala, dan apabila kita meninggalkannya, maka tidak ada sanksi (dosa) yang akan kita dapatkan. Tetapi apakah kita tidak menyayangkan, ketika Allah SWT sudah baik memberikan kita sebuah amal yang dapat menambah pahala kita, tetapi kita malah meninggalkannya? Tentu saja kita akan menjadi orang-orang yang merugi dan mnyesal di akhirat kelak. Begitu banyaknya keutaman-keutamaan yang akan kita dapatkan dari ibadah puasa sunnah ini, diantaranya adalah jalan menuju taqwa.

                Sudah dijelaskan dalam firman Allah SWT surat Al-Baqoroh ayat 183 :




Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu untuk berpuasa sebagaiman diwajibkan atas umat sebelum kamu agar kamu bertqwa” (Q.S. Al-Baqoroh : 34)

Dalam redaksi tersebut, secara spesifik ayat diatas memerintahkan/mewajibkan untuk kita berpuasa pada bulan Romadhan, tetapi secara lebih luas lagi, ternyata ayat tersebut tidak lah demikian, karena dalam buku yang saya sebutkan diatas tadi, puasa sunah pun juga dapat menjadi perantara jalan menuju taqwa.

Dalam karya Ahmad Syahirul Alim, Lc ini juga mengungkapkan, bahwa Imam Ibnul Qoyyim mengatakan :

“Puasa akan menjaga kesehatan hati dan anggota tubuh lainnya, ia akan mengembalikan pada hati apa-apa yang telah dicuri oleh tangan-tangan syahwat darinya, ia adalah penolong paling agung untuk mencapai predikat taqwa”

Lalu , puasa yang seperti apakah yang bisa  membuat kita menuju kedalam derajat taqwa itu? Kebanyakan ketika kita melaksanakan ibadah puasa wajib maupun sunah, kita hanya menghabiskan tenaga saja, hanya mendapat lapar dan dahaga, tetapi tidak membuahkan pahala. Nah, puasa yang dimaksudkan yakni menahan segala sesuatu yang dilarang ketika kita berpuasa, bukan hanya maan dan minum serta berhubungan intim pada waktu siang hari, tetapi juga menjaga lisan, mata, pendengaran, anggota tubuh, dll yang semua itu bertujuan untuk mencapai derajat taqwa, seperti Firman Allah diatas tadi, “..agar kamu bertaqwa”.

Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk selalu taat beribadah kepada  Allah SWT, dan juga senantiasa dibimbingnya selalu kedalam jalan yang lurus, jalan yang akan menghantarkan kita menuju kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Aamiin.

Lahaula Wala Quwwata illa billahil’aliyyil’adhim

Sumber :


Syahirul Alim, Ahmad. 2010. Keajaiban Puasa Sunah. Jakarta : Belanoor.

Penulis

SUKARMAN

Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta & Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
 
back to top