Pernah dengki kah kita?
Dalam
islam kita dilarang untuk mempunyai sifat dengki, SIFAT dimana seseorang merasa
tidak senang/suka dengan nikmat orang lain, dan menginginkan nikmat orang lain
tersebut musnah atau berpindah kepada dirinya.
Tetapi,
pernahkah kita tahu? ternyata tidak semua dengki itu dilarang oleh Allah SWT,
tetapi ada dua sifat dengki yang diperbolehkan dalam islam.
Seperti yang tertulis dalam buku berjudul ‘Bahaya Dengki’ karya dari Abu
Abdullah Mushthafa Al-Adawi ini dijelaskan bahwa Imam An-Nawawi mengutip
keteranagan dari para ulama mengatakan, dengki itu dibagi menjadi dua macam,
yaitu hakiki dan majazi. Dengki dalam arti hakiki (sebenarnya) adalah
mngharapkan hilangnya suatu kenikmatan dari tangan pemiliknya. Dengki jenis ini
diharamkan berdasarkan ijmak/kesepakatan seluruh umat disertai nash-nash yang
shahih. Sedangkan dengki majazi (kiasan) adalah iri, yaitu mengharapkan nikmat
serupa yang dinikmati oleh orang lain tanpa menginginkan tercabutnya kenikmatan
tersebut dari sang pemilik. Dalam konteks permasalahan keduniaan, hal ini
diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam konteks ketaatan.
Jadi kita diperbolehkan untuk
memiliki sifat dengki, tetapi dengki yang majazi (kiasan), kalau dalam bahasa
kita sehari-hari biasanya kita menyebutnya sebagai iri. Nah, iri dalam ketaatan
itu lah yang diperbolehkan, supaya kita bisa termotivasi dari apa yang dimiliki
oleh orang lain, sehingga ketika rasa iri itu timbul, kita akan berusaha untuk
memiliki apa yang dimiliki orang lain dengan cara berusaha. Missal kita iri
terhadap orang yang lebih pintar dari pada kita, nah, dari perasaan iri
tersebut akan menimbulkan motivasi bagi diri kita untuk bisa berusaha/belajar
lebih giat lagi, agar bisa menjdi pintar seperti orang tersebut.
Dalam buku Karya Abu Abdullah
Mushthafa Al-Adawi ini juga disebutkan salah satu hadis yang memperbolehkan
dengki majazi (iri).
“Tidak dibenarkan hasad (iri hati/dengki) kecuali terhadap dua kasus:
(Pertama) laki-laki yang dikaruniai Al-Qur’an oleh Allah, lalu ia membacanya
dalam qiyam diwaktu-waktu malam. (Kedua) laki-laki yang dikarunia kekayaan oleh
Allah, Lalu ia menginfakkannya diwaktu-waktu siang dan malam” (H.R.Muslim dan Ibnu Majah)
Sumber :
Penulis
SUKARMAN
Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta, Mahasiswa
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta