Kamis, 12 April 2018

Orang-orang yang Mendapat Rahmat

0 Comments

Sahabat Muslim yang dirahmati Allah SWT,

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan memiliki akal dan nafsu. Dengan akal kita bisa berfikir dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sedangkan nafsu akan membuat kita merasa ingin memiliki sesuatu. Nafsu ada yang baik dan ada pula yang buruk, namun tergantung bagaimana kita dapat mengontrol nafsu tersebut.

Dengan diciptakan manusia di muka bumi ini, Allah SWT ingin menjadikan manusia sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaga dan memakmurkan bumi, seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya :

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” Mereka berkata : “Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu siapa yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku me-ngetahui apa yang tidak Engkau ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah : 30)

       Manusia memang diperintahkan Allah untuk menjaga bumi dan melestarikannya, namun karena nafsu manusia yang buruk, menjadikan manusia mengiginkan kekuasaan dimuka bumi sampai-sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, termasuk merusak alam. Seperti firman Allah bahwasanya alam ini rusak karena ulah dari manusia itu sendiri.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Q.S. Ar Rum : 41-42)

            Oleh karena itu akal pikiran kita yang telah diberi oleh Allah SWT harus kita gunakan dengan biak, pakailah akal kita untuk memahami dan mengangumi ayat-ayat Allah yang ada dimuka bumi ini, baik itu ayat-ayat Qouliyah maupun ayat-ayat Qouniyah-Nya.

            Namun berhati-hatilah kita dalam menggunakan akal pikiran, karena tidak sedikit ketika kita merasa tahu segalanya, banyak ilmu yang kita dapatkan, dan banyak sesuatu yang bisa kita raih, terkadang kita menjadi lupa bahwasanya, Allah memberikan akal itu agar manusia bisa memahami dan berfikir tentang kebesaran Allah yang ada di jagad raya ini bukan untuk menyombongkan diri.

            Hidup di dunia ini hanyalah sementara, tujuan kita hidup di dunia ini adalah untuk menggapai ridho dan rahmat dari Allah SWT, agar kelak dihari kiamat kita bisa berada dalam barisan orang-orang yang diberi rahmat oleh Allah SWT.

            Dalam buku yang berjudul “Orang-orang yang mendapat Rahmat” karya dari Syekh ThahaAbdullah Al Afifi menjelaskan ada beberapa orang yang akan mendapat rahmat dari Allah SWT, diantaranya :

Pertama, orang yang bertobat dan melakukan perbaikan.

            Manusia di dunia ini tidak ada yang terbebas dari dosa, kecuali orang-orang yang dima’sum oleh Allah SWT. Namun kalau hanya kita manusia biasa tidak punya keistimewaan, tentu saja pernah melakukan kesalahan. Namun sebaik-baiknya orang yang melakukan dosa ialah orang yang mau mengakui kesalahannya, bertobat kepada Alah dan melakukan hal-hal yang baik.  Allah SWT menyukai orang-orang yang bertaubat, dengan catatan harus bertaubat sungguh-sungguh taubatan nashuha, karena Allah hanya akan menerima orang yang benar-benar ingin memperbaiki diri.

“Sesungguhnya taubat disisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan karena kejahilannya, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S An-Nisa’ : 17)

Yang kedua, Mengikuti Al-qur’an dengan harapan dirahmati Allah.

            Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman hidup, bukan hanya untuk umat islam saja, melainkan pedoman hidup bagi semua umat manusia.

“Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (Q.S Al-An’am : 155)

            Dalam membaca, memahami dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an merupakan perintah dari Allah SWT. Namun hati kita harus tetap dijaga, jangan sampai hal itu kita lakukan karena hanya ingin mendapat pujian maupun hal lainnya.

            Selain itu ketika ada orang lain sedang membaca Al-Qur’an kita diperintahkan untuk mendengarnya, agar kita mendapatkan rahmat dari Allah SWT.

“dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dngarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Q.S. Al-A’raf : 204).

Yang ketiga, Orang yang beriman, berhijrah dan Berjihad dijalan Allah

            Sesungguhnya Allah SWT, telah memerintahkan kita untuk beriman, berhijrah, dan berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwa, seperti firman Allah dalam al-Qur’an :
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan. Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhoan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. At-Taubah : 20-22)

Yang ke empat, Mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari yang mungkar.

            Berdakwah, memanglah tugas bagi kita semua, dakwah artinya mengajak, menyuruh ataupun memanggil. Allah SWT telah memerintahkan kita semua untuk selalu mengajak umat menuju kebaikan dan melarang orang-orang yang berbuat kejahatan. Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an :

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran : 104)

            Nah Sahabat Muslim, dari beberapa uraian diatas, kita bisa mengambil pelajaran, bahwasanya hiup di dunia ini hanyalah sementara, maka marilah kita senantiasa beribadah kepada Allah dengan hati yag ikhlas hanya mengharap ridho dan rahmat dari Allah SWT.

            Lahaula walaa quwwata illa billahil’aliyyil ‘adzim


Referensi :

Syekh Thaha Abdullah Al-Afifi. 2007. Orang-orang yang mendapat rahmat. Jakarta : Gema Insani.


Penulis

SUKARMAN

Anak Asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta dan Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiara Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kewajiban Terhadap Tetangga

1 Comment


Sahabat Muslim yang dirahmati Allah SWT.

Manusia merupakan maklhuk ciptaan Allah yang memiliki dua sisi, yaitu selain menjadi makhluk individualis juga sebagai makhluk sosial. Dalam hal individualis manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dalam bertahan hidup di dunia ini, namun juga tidak bisa ditinggalkan yaitu sosialisasi atau interaksi dalam masyarakat yang harus dilakukan karena manusia tidak bisa bertahan hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai manusia pasti membutuhkan pertolongan orang lain, salah satunya adalah tetangga. Tetangga yaitu masyarakat yang tinggal berada disamping rumah kita, baik itu jaraknya dekat maupun jauh, karena ada sebutan untuk tetangga dekat dan tetangga jauh sesui dengan jarak tempat tinggalnya dari rumah kita. Sebagai makhluk sosial, tentu saja kita harus mempunyai akhlak yang baik dalam berhubungan dengan tetangga, karena jika kita berperilaku baik terhadap tetangga, maka tetangga juga akan berperilaku baik kepada kita. Begitu juga sebaliknya, jika kita bersikap buruk kepada tetangga, maka tetangga akan membenci dan bersikap buruk kepada kita. Selain itu kita mempunyai kewajiban terhadap tetangga lho, kewajiban tidak semata-mata hanya beribadah kepada Allah SWT, namun ada pula kewajiban yang lainnya, salah satunya yaitu kewajiban kepada tetangga.

Dalam sebuah buku berjudul “Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia) karya dari Dr.Rachmat Djatnika dijelaskan beberapa sebab mengapa kita mempunyai kewajiban terhadap tetangga :

Yang pertama, Bahwa tetangga hampir sama seperti saudara kita, seperti dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda :

“Jibril selalu menasehatiku tentang tetangga,, sehingga aku mengira bahwa itu akan menajadi waris” (H.R. Bukhari)

Dalam hadis diatas mengindikasikan bahwa Rasulullah sampai mengira bahwa tetangga itu akan menjadi waris, maksud menjadi waris disini yaitu sperti saudara sendiri yang merupakan  ahli waris.

          Yang kedua, bahwa orang yang tidak berbuat baik kepada tetangga termasuk golongan orang-orang yang tidak beriman, seperti sebuah hadis yang meriwayatkan :
“dari Ibnu Zubair Rasulullah SAW pernah bersabda  ‘Bukanlah orang yang beriman, yang dia itu kenyang, sedangkan tetangganya lapar”’ (H.R Bukhari)

          Sebagai makhluk sosial, kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga, bahkan ketika kita bisa mengisi perut kita sehingga kenyang, namun tetangga kita kelaparan, sungguh akan masuk kedalam golongan orang-orang yang tidak beriman. Maka dari itu, apabila kita mengaku orang yang beriman setidaknya kita tidak membiarkan tetangga kita menahan lapar karena tidak mempunyai biaya untuk memenuhi kebutuhan perutnya. Bahkan ketika kita sedang memasak makanan dan bau dari masakan kita itu tercium sampai kerumah tetangga, kita diperintahkan untuk memberi sebagian dari masakan kita untuk tetangga.

          Yang ketiga, berbuat baik dan menghormati tetangga merupakan kewajiban seorang muslim, seperti firman Allah dala Al-Qur’an :

“Sembahlah olehmu akan Allah, janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua Ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (Q.S. An-Nisa : 36)

Selain firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 36 diatas, berbuat baik dan menghormati tetangga juga dijelaskan dalam sebuah hadis :

Dari Abi Syarikh Al-Khuza’I bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat janganlah menyakiti tetangganya” (H.R. Al-Bukhari)

Tetangga merupakan saudara kita, sudah sepantasnyalah kita berbuat baik dan menghormati tetangga, karena tanpa tetangga, kita juga susah dalam melakukan aktifitas sosial. Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai muslim yang beriman, kewajiban kepada tetangga tersebut harus kita laksanakan supaya kehidupan dalam masyarakat semakin harmonis dan dirahmati Allah SWT. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.


Referensi

Dr. Rachmat Djhatnika. 1985. Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia). Surabaya : Pustaka Islam


Penulis

SUKARMAN

Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta dan Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.


Selasa, 20 Maret 2018

Penyakit Lisan

0 Comments

Sahabat Muslim yang dirahmati Allah SWT.

Kita perlu bersyukur kepada Allah atas segala karunia yang telah diberikan kepada kita, mulai dari mata, hidung, mulut, tangan, kaki, nyawa dan masih banyak lagi, sesungguhnya begitu banyak nikmat Allah yang telah kita dapatkan, maka manakah nikmat Allah yang akan kita dustakan? Fabiayyi alaairabbikuma tukaddziban?

Dari sekian banyak karunia yang Allah berikan, itu merupakan titipan dan amanah untuk kita, amanah tentu saja harus kita jaga dengan baik, karena suatu saat titipan itu akan diambil lagi oleh pemilikNya. Allah telah mengamanahi kita mata, maka kita harus mempergunakan mata kita dengan baik, tidak boleh melihat hal-hal yang telah Allah larang, telinga yang Allah beri harus kita pergunakan untuk medengar sesuatu yang baik, Mulut harus kita gunakan untuk mengucapkan kalimat-kalimat Allah, Kaki harus kita gunakan untuk melangkah ketempat yang di Ridhoi Allah dan masih banyak lagi karunia Allah yang dititipkan kepada kita.

Dari berbagai karunia Allah yang dititipkan kepada kita, ada satu hal yang paling banyak menimbulkan berbagai maksiat dan dosa, yaitu Lisan. Lisan merupakan anggota tubuh yang kecil namun memiliki potensi yang sangat besar untuk menimbulkan dosa, bahkan Lisan adalah kunci keselamatan bagi kita.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda “Kebanyakan dosa anak Adam berasal dari mulutnya”. (H.R Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Selain itu Rasulullah SAW juga pernah bersabda :

“Barangsiapa yang menahan lisannya, Allah tutupi Aibnya, barangsiapa yang bisa menguasai emosinya, Allah lindungi dia dari isksa-Nya, dan barangsiapa yang meminta ampun kepadaNya, Allah terima permohonan ampunannya”. (H.R Ibnu Abi daud, Tirmidzi dan Al baihaqi)

Dalam buku berjudul “Amal Pemusnah Kebaikan” karya dari Al Habib Umar bin Hafizh yang merupakan ringkasan dari bab muhliyat ihya ‘Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali menerangkan ada beberapa penyakit lisan, diantaranya yaitu :

Yang pertama, Ucapan yang tidak perlu

Orang yang banyak berbicara, maka lisannya tidak pernah berhenti untuk mengeluarkan kata-kata yang bukannya buruk, namun merupakan hal yang tidak bermanfaat. Dalam sebuah hadis dijelaskan :

“Diantara tanda kebaikan islam seseorang adalah ia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya” (H.R At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Yang kedua, Membicarakan kebathilan

Orang yang mempunyai penyakit lisan selanjutnya adalah membicarakan kebathilan, orang yang sering berbicara hal yang bathil Allah akan murka kepada orang tersebut sampai hari kiamat, seperti sebuah hadis :

“… sungguh seseorang mengatakan sesuatu yang mendatangkan murka Allah dan ia tidak menyadari bahwa perkataannya itu akan sampai kepada Allah, kemudian Allah pun menuliskan murka-Nya atas orang itu hingga hari kiamat”. ( H.R Imam Bukhari, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Yang ketiga, Perselisihan/ pertengkaran (Khusumah)

Orang yang sering berbicara sampai menimbulkan pertengkarang diantara manusia, maka sungguh Allah sangat membenci orang-orang yang menyulut perselisihan seperti mereka. Seperti sebuah hadis :

“Sungguh orang yang paling dibenci Allah adalah penentang (kebenaran) yang paling keras”. (H.R Imam Bukhari dan Muslim)

Yang keempat, Berkata Kotor dan mencaci

Allah sangat membenci ucapan kotor, karena itu Rasulullah SAW memerintahkan untuk kita menjauhi dalam berbicara kotor, seperti sebuah hadis :

“Rasulullah pernah bersabda “Jauhilah kata-kata kotor.  Sesungguhnya Allah tidak menyukai ucapan kotor dan kesengajaan mengucapkan kata kotor” (H.R ahmad dan Muslim)

Yang kelima, Janji Dusta

Orang yang mengingkari janjinya adalah termasuk kedalam golongan orang-orang munafik, yaitu jika berjanji ia mengingkari. Sungguh Allah sangat benci terhadap orang-orang yang mengingkari janjinya. Allah SWT selalu memerintahkan kita untuk memenuhi janji kita, seperti firman Allah :

“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah segala janji”. (Q.S Al-Maidah :1)

Yang keenam, Menggunjing

Menggunjing adalah membicarakan orang lain berkenaan dengan sesuatu yang jika ia mendengar, maka ia tidak merasa senang. Baik kekurangan fisik, keturunan, akhlaq, ucapan, urusan agama dan lain sebagainya.

“Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Q.S Al-Hujurat : 12).

Sahabat Muslim, sebenarnya masih banyak penyakit-enyakit yang ditimbulkan oleh lisan, maka dari itu kita harus senantiasa berusaha menjaga lisan kita agar tidak menimbulkan penyakit-penyakit lisan yang dapat menyeret kita kedalam dosa.

Untuk menghindari penyakit lisan maka jika kita tidak bisa berbicara yang mengandung manfaat maka lebih baik diam, karena berdiamlah, maka kita akan selamat :

Rasulullah SAW pernah bersabda : “Barangsiapa yang diam, ia selamat” (H.R At-Tirmidzi)

Selain itu Rasulullah SAW juga pernah bersabda : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaknya ia berkata yang baik atau diam” (H.R Imam Bukhari dan Muslim)


Referensi :
Al-Habib Umar bi Hafizh. 2009. Amal Pemusnah Kebaikan. Jakarta : Noura Books (PT Mizan Publika).


Penulis

SUKARMAN

Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta dan Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tipu Daya Dunia

0 Comments

Ali Bin Abi Tholib Karramallahu wajhah pernah mengatakan :

“Jangalah kalian bersedih karena kemiskinan dan kesengsaraan di dunia, karena itu pasti ada akhirnya. Jangan pula kalian berbahagia karena mendapatkan harta dan kenikmatan dunia, karena itu semua akan musnah”.1

Kita semua pasti sudah kerap mendengar ungkapan “urip ning dunyo mung koyo wong mampir ngombe” atau jika dalam bahasa Indonesia bisa diartikan “Hidup di dunia hanya seperti orang mampir minum”. Ungkapan tersebut bisa jadi renungan untuk kita semua, bahwasanya dunia itu hanya sementara, pasti akan musnah, namun kefanaan dunia itu didukung dengan berbagai kemewahaan dan keindahan yang memanjakan manusia.

Dunia akan selalu memberikan apa saja yang di inginkan oleh manusia, harta, tahta, pasangan, keturunan, kekuasaan dan kenikmatan-kenikmatan yang lainnya, namun dibalik itu semua dunia memiliki peran antagonis yang akan memusnahkan manusia pada saat mereka merasa cintai dunia, sampai-sampai kecintaan mereka terhadap dunia mengalahkan kecintaannya kepada akhirat, sedangkan dunia akan fana sedangkan akhirat akan abadi. Orang-orang seperti inilah yang Allah singgung dalam Al-Qur’an, yaitu dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh ayat 86 :

“Mereka itulah yag membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat. Maka tidak akan diringankan azab bagi mereka dan tidak pula mereka akan ditolong” (Q.S Al-Baqarah : 86)

Dari ayat diatas, kita bisa mengambil pelajaran bahwasanya jaganlah kita mencintai dunia secara berlebihan. Di dunia memang dikelilingi oleh hal-hal yang menyenangkan, apabila  kita menuruti keinginan untuk memiliki kesenangan dunia sampai melupakan kewajiban beribadah kita, bisa diistilahkan seperti “membeli kehidupan dunia”. Sedangkan Allah tidak akan menolong dan tidak akan meringankan azab bagi orang-orang yang seperti itu.

Ungkapan lain pernah disampaikan oleh Lukman Al Hakim yang berpesan kepada anaknya “Wahai anakku. Jual dunia mu dengan akhiratmu, niscaya engkau mendapatkan keuntungan pada keduanya. Jangan jual akhiratmu dengan duniamu, niscaya engkau kehilangan dua-duanya”.

Kata-kata dari Lukman Al-Hakim diatas sama seperti halnya sebuah hadis sebagai berikut :

“Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” (H.R Imam Ahmad )2


Dari ungkapan Lukan Al Hakim dan hadis diatas bisa diambil pelajaran, bahwasanya barangsiapa yang mengejar akhirat maka dunia akan mengikutinya, dan barangsiapa yang hanya mengejar dunia maka akhirat tidak akan didapat, bahkan duniapun tidak akan didapatkannya pula.

Pertanyaannya lalu bagaimana dengan orang kafir yang kaya raya, bahkan tidak pernah beribadah tapi hidupnya bahagia?

Kalau masalah sperti ini, penulis pernah menyampaikan di artikel seblumnya yang berjudul “Istidraj”, seperti dalam Al-Qur’an, Allah juga sudah menjelaskan istidraj. Seperti dalam surat Al-An’am ayat 44 :

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”. (Q.S Al-An’am : 44)

Orang yang terbuai dengan dunia dan melupakan akhirat namun mendapatkan kesenangan dunia itu adalah orang-orang yang diberi kesenangan sementara oleh Allah SWT. Disaat pada puncak kesenangan dan kelalaian mereka Allah pasti akan mencabut kesenangan itu dan menggantinya dengan azab yang sangat pedih.

Maka dari itu sahabat muslim semuanya, jaganlah kita terbuai dengan gemerlapnya dunia. Boleh-boleh saja ingin medapatkan kebahagiaan dunia, namun jangan pernah melupakan akhirat.

Referensi :

[1] Al-Habib Umar bi Hafizh. 2009. Amal Pemusnah Kebaikan. Jakarta : Noura Books (PT Mizan Publika)



Penulis

SUKARMAN

Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta dan Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Selasa, 06 Februari 2018

Pentingnya Menuntut Ilmu

0 Comments


Sahabat Muslim yang dirahmati Allah SWT,

            Jika kita melihat realita sekarang  banyak anak-anak muda yang menginginkan belajar disekolah favorit dan perguruan tinggi negri agar dapat meningkatkan prestasi  dan mendapat pekerjaan yang mereka inginkan, namun banyak yang melupakan bagaimana seharusnya  belajar ilmu keagamaan untuk mengejar kebahagiaan didunia dan diakhirat.

Anak muda jaman sekarang masih terbuai dengan gengsi mereka yang katanya kids zaman now, harus menunjukkan eksistensi keduniaan mereka yang dipandang mewah dan ngetrend, lebih banyak bermain Gadget daripada belajar ilmu keagamaan seperti belajar membaca Al-Qur’an maupun yang lainnya. Semua itu menjadi perilaku pencerminan dari degradasi akhlaq anak-anak muda saat ini. Tak terkecuali penulis pribadi terkadang juga masih terbuai dengan kenikmatan dunia semacam itu, namun disini penulis tidak semata-mata mengingatkan kepada sahabat muslim saja, namun juga kepada diri penulis pribadi, untuk bias mengoreksi diri masing-masing agar menjadi manusia yang lebih baik kedepannya.

Mari kita membuka kembali Kitab Al-Qur’an untuk melihat bagaimana Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Mjadalah ayat 11 yang artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah SWT akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, berdirilah kamu, maka berdirilah. Niscaya Allah SWT akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah SWT Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”  (Q.S Al-Mujadalah : 11)

Inti dari kutipan Surat Al-Mujadalah ayat 11 diatas, penulis ingin menyampaikan dan mengingatkan kembali kepada sahabat muslim semua, bahwasanya menuntut ilmu itu adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT. Orang-orang yang beriman serta berilmu akan diangkat derajatnya beberapa derajat oleh Allah SWT karena orang yang berilmu tidak hanya dicintai oleh Allah tapi juga dicintai oleh Masayarakat sekitarnya. Ilmu yang wajib kita pelajari adalah ilmu agama, karena dengan ilmu agama, maka kita akan mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil. Jangan sampai kita memiliki ilmu umum yang tinggi namun tidak mengetahui ilmu agama.

Dalam sebuah hadis juga dijelaskan bahwasanya menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap orang :

“Tholabul ‘ilmi faridhotun ‘ala kulli muslimin wal muslimat”

Artinya :

“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan” (H.R. Bukhari)

Ulama-ulama kita terdahulu ketika masih muda selalu berjuang demi menuntut ilmu walaupun harus menempuh perjalanan yang panjang dan jauh. Salah satunya Imam Syafi’i. Beliau adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi'i. Imam Syafi'i juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Nabi Muhammad SAW. Saat usia 13 tahun, Imam Syafi'i dikirim ibunya untuk pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di sana.

Semangat dari Imam syafi’I tentu saja pantas untuk kita jadikan contoh dalam menuntut ilmu, beliau sejak kecil sudah belajar ilmu agama kepada guru-guru besar di Madinah dan irak. Adapun 3 nasehat dari Imam Syafi’I yang ditujukan kepada anak muda dalam hal menuntut ilmu, antara lain :

Barangsiapa yang tak pernah mengecap kehinaan dalam mencari ilmu walau hanya sebentar, akan meminum kehinaan kebodohan pada sisa hidupnya.

Seseorang yang semangat dalam menunut ilmu pasti tidak lah mudah dalam menjalaninya, karena menuntut ilmu juga membutuhkan beberapa hal seperti Sabar, mempunyai bekal, ilmu dari guru dan waktu yang panjang. Dalam proses belajar pasti juga menemukan beberapa kendala, untuk itu kita harus tetap semangat dalam menuntut ilmu, karena jika kita tidak tahan akan susahnya mencari ilmu, maka kita harus siap untuk menanggung kebodohan pada sisa hidup kita.

Baginya yang melewatkan mencari ilmu pada saat muda, maka bertakbirlah untuknya 4x karena kematiannya sudah terjadi

Nasehat Imam syafi’I yang kedua yaitu barangsiapa yang pada masa mudanya tidak mencari ilmu, maka beliau mengibaratkan seperti orang yang sudah mati. Orang yang tidak mau menuntut ilmu hidupnya tidak memiliki manfaat, karena tidak mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil.

Kehidupan pemuda demi Allah adalah dengan mencari ilmu dan bertaqwa, bila keduanya tak mewujud, maka tak ada yg menandai keberadaannya.

Gunakanlah masa muda kita untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya dan terus berusaha meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Seseorang yang mempunyai ilmu maka keberadaanya akan memberi kemanfaatan kepada orang lain, sehingga apabila tidak mempergunakan waktu muda untuk menuntut ilmu, maka keberadaan dirinya tidak ada yang bermanfaat.

            Maka dari itu, marilah kita sama-sama pergunakan sisa hidup kita untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya, apalagi bagi generasi muda islam yang masih mempunyai banyak waktu dan tenaga. Karena dalam sebuah hadis juga dijelaskan barangsiapa yang menempuh suatu jalan menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.

“Siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga” (HR Muslim)

Referensi :


Penulis
SUKARMAN
Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta dan Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Islam Itu Ramah

0 Comments

Sahabat Muslim yang dirhamati Allah,

Islam merupakan agama pembawa kedamaian, sesuai dengan namanya islam memiliki arti “keselamatan” atau “Kedamaian”. Keselamatan dan kedamaian untuk siapa? Tentu saja untuk kita para penganutnya kaum muslimin wal muslimat yang senantiasa beriman dan beramal saleh tiada hentinya.

Karena islam merupakan agama yang membawa kedamaian, kita sebagai seorang muslim harus bisa mencerminkan sifat kedamaian itu, salah satunya dengan memiliki budi pekerti yang baik.

Dalam sebuah hadis juga dijelaskan bahwasanya seorang yang mempunyai keimanan yang sempurna adalah seorang mukmin yang memiliki budi pekerti baik.

“Paling sempurna iman seorang mukmin adalah paling baik budi pekertinya” (H.R.Tirmidzi)

Dalam hadis diatas kita bisa melihat bahwasanya keimanan itu tidak hanya sekedar percaya dan meyakini dalam hati saja, namun juga harus tercermin kedalam perilaku dan budi pekerti. Jangan sampai ada orang yang mengaku beriman namun memiliki akhlaq yang buruk. Tentu saja hal itu mencerminkan keimanan seseorang itu perlu dipertanyakan.

Budi pekerti yang harus kita miliki sangatlah bayak, karena Rasulullah SAW pun mengajarkan pengikutnya untuk memiliki budi pekerti yang baik, salah satunya bersikap ramah kepada siapa pun. Sifat ramah merupakan salah satu akhlaq terpuji  Rasulullah SAW yang sudah seharusnya kita bisa meneladani sifat itu. Dengan sifat ramah ini, kita bisa menjadi contoh kepada orang yang menganut agama lain dengan membuktikan bahwa agama islam itu bukanlah agama keras ataupun agama teroris, namun islam adalah agama yang penuh dengan kedamaian dan dikelilingi oleh orang-orang  ramah dan penuh kasih sayang. Misalnya kita harus bisa saling toleransi antar umat Bergama dan tetap bersikap ramah terhadap orang non muslim, dalam keluarga kita diperintahkan untuk menghormati kedua orang tua dan bersikap ramah terhadap saudara-saudara kita, dalam lingkungan sekolah kita diajarkan untuk patuh dan menghormati guru dan berbuat baik kepada teman-teman kita disekolah, dan dalam bidang kehidupan lainnya sifat ramah pun perlu untuk kita miliki. Karena jika kita tidak memiliki sifat ramah, maka tidak bisa masuk kedalam golongan orang islam yang ramah, seperti sebuah hadis :

“Bukanlah termasuk golongan kami (islam), orang yang tidak menyayangi yang muda dan tidak menghormati yang tua” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi)

Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti bertemu dengan orang yang lebih tua dari kita, dalam hadis diatas menunjukkan  bahwasanya menjadi seroang muslim yang baik adalah yang bisa menghormati orang yang lebih tua, sperti tidak membentak, tidak berbicara keras, bersikap sopan, dan menuruti perintah mereka jika itu memang dalam hal yang baik. Selain itu adab terhadap orang yang lebih muda kita diperintahkan untuk memberikan kasih sayang dan bersikap ramah terhadap mereka, jangan sampai malah kita merasa lebih hebat karena sudah lebih dewasa dari mereka.

Jika kita telah memiliki sifat ramah, maka bukan hanya orang-orang yang menyukai dan menyenangi kita, namun Allah SWT juga sangat mencintai orang-orang yang bersikap ramah, seperti sebuah hadis yang menjelaskan :

“Sesungguhnya Allah itu rmah dan lunak, Dia suka kepada keramahan dalam segala urusannya” (H.R. Muttafaqun ‘alaih)

Selain itu dihadis lain juga dijelaskan :

“barangsiapa ingin dicintai Allah dan RasulNya, hendaklah ia berbicara jujur (benar), menepati amanat dan tidak mengganggu tetangganya” (H.R Al-Baihaqi)

Dalam hadis diatas penulis ingin menggaris bawahai, bahwasanya Allah mencintai orang-orang yang ramah, lemah lembut, dan memiliki kasih saying terhadap sesamanya. Selain itu kita juga dilarang untuk berbuat ulah maupun mengganggu orang lain, seperti tetangga, teman dan semua orang.

Referensi :

Hidayat, Soleh. 2011. Kumpulan Hadis Tentang akhlak Terpuji.  Jakarta : CV Megah Jaya.


Penulis

SUKARMAN

Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta dan Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan kalijaga Yogyakarta.

Senin, 15 Januari 2018

ISTIDRAJ

0 Comments

Sahabat Muslim yang dirahmati Allah, pernahkah kita berfikir hidup kita begini-begini saja padahal kita rajin solat, puasa, sedekah dan mengamalkan perbuatan baik lainnya. Sedangkan ada orang yang tidak pernah solat, tidak pernah puasa dan selalu berbuat maksiat, tetapi hidupnya bergelimang harta kekayaan dan jabatan yang tinggi?

Kalau orang yang saleh namun diberi oleh Allah kekurangan harta di dunia, itu tak masalah, karena itu adalah ujian untuk orang-orang yang beriman, orang-orang yang saleh , karena hal itu akan mengangkat derajatnya lebih tinggi dihadapan Allah SWT.

“Tidaklah seorang mukmin terkena duri dan lebih dari itu melainkan Allah akan mengangkat derajat dengannya. Atau dihapuskan kesalahannya dengannya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Tetapi mengapa orang yang tidak pernah beribadah dan beramal saleh hidup mereka kaya raya dan bergelimang harta?

Ujian Allah bukan kepedihan saja, namun juga kenikmatan. Allah akan memberikan sifat Rohman-Nya Allah (pengasih) kepada semua makluk ciptaan-Nya, entah itu yang beriman, orang kafir, orang jahat, orang baik semua akan dikasih rezeki oleh Allah. Namun perlu di ingat sahabat, sifat Rohiim-Nya Allah (penyayang) diakhirat kelak hanya akan diberikan kepada orang-orang yang beriman dan saleh. 

Disini, Allah akan memberikan Rizki walaupun Orang itu tidak pernah beribadah dan beramal soleh karena Allah mempunyai sifat Rohman. Rizki yang diberikan olleh Allah itu adalah ujian untuk mereka. Namun karena sifat tamak dan serakahnya manusia terkadang lupa dengan nikmat Allah itu yang akhirnya tidak mau bersyukur dan beribadah kepada-Nya, maka ujian kenikmatan itu akan menjadi adzab yang sangat pedih bagi mereka. Dalam hal ini fenomena tersebut merupakan Istidraj. Apa itu istidraj?

Istidraj adalah kesenangan dan nikmat yang Allah berikan kepada orang yang jauh dari-Nya yang sebenarnya itu menjadi azab baginya apakah dia bertobat atau semakin jauh.

 “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”. (Q.S Al-An’am : 44)

Kita bisa belajar dari sejarah, kisah Qorun orang yang kaya raya namun sombong dan bangga terhdap harta kekayaannya. Allah memberikan rezeki yang melimpah kepada Qorun untuk menguji Qorun di dunia ini, namun ia adalah orang yang dibenci oleh Allah SWT karena sifatnya yang sombong. Disaat Qorun sedang dipuncak kebanggan dan kesombongannya terhdap harta kekayaan. akhirnya Allah pun mengadzab Qorun dengan didatangkannya gempa bumi yang sangat dahsyat dan melenyapkan Qorun beserta harta nya kedalam tanah. Ia pun mati dalam keadaan kufur kepada Allah atas apa yang dianugerahkan-Nya kepada Qorun.

Bahkan kisah Qorun tersebut diabadikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, supaya kita dapat mengambil pelajaran darinya.

“Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa 1139), maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri” (Q.S. Al-Qashash, 76).

Dari kisah Qorun tersebut kita menjadi tahu bahwa orang-orang kafir, maupun orang yang beriman namun tidak pernah beribadah dan beramal saleh namun tatap oleh Allah dikaruniai rizki yang melimpah ruang dan harta yang banyak, semua itu tak lain adalah Istidraj. Adzab Allah yang sangat pedih. Semoga jangan sampai kita seperti Qorun yang mati dala keadaan su’ulkhotimah, karena bangga terhadap harta bendanya.


Referensi :


Penulis

SUKARMAN

Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat dan Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Sunan kalijaga Yogyakarta.


 
back to top